Wednesday 6 July 2011

DNA Ulul Albab

إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضِ وَاخْتِلاَفِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ لآيَاتٍ لِّأُوْلِي الألْبَابِا لَّذِينَ يَذْكُرُونَ اللّهَ قِيَاماً وَقُعُوداً وَعَلَىَ جُنُوبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُونَ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضِ رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هَذا بَاطِلاً سُبْحَانَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal,(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.“( QS Ali Imran : 190-191)


ULUL ALBAB, secara umum artinya ialah manusia yang mempunyai kecerdasan yang sempurna sebab berpadunya antara dzikir dan fikir, yang ketika dia  memikirkan sesuatu selalu melahirkan dzikir terhadap yang menciptakan sesuatu: yakni Alloh SWT.

Menurut Ulama Mufassir kontemporer yakni Prof . Dr. M. Qurash Shihab, kata "Albab" adalah bentuk jamak dari kata “lub” yaitu “saripati” sesuatu. Kacang misalnya, memiliki kulit yang menutupi isinya, maka isi kacang itulah yang disebut dengan lubb. Dengan demikian, Ulul Albab adalah orang-orang yang memiliki akal yang murni, yang tidak diselubungi oleh kulit atau kabut ide yang dapat melahirkan kerancuan dalam berfikir sebagaimana terungkap dalam Al-Quran Surat Ali Imron ayat 190-191. Dalam kaitannya dengan Al-Quran surat Ali Imron ayat diatas, ia menjelaskan bahwa orang yang berdzikir dan berfikir (secara murni) atau merenungkan tentang fenomena alam raya, maka akan dapat sampai pada bukti yang sangat nyata tentang keesaan dan kekuasaan Allah.

Dalam ayat 191, diterangkan karakteristik Ulil Albab, yaitu selalu melakukan aktivitas dzikir dan fikir sebagai metode memahami alam, baik yang ghaib maupun yang nyata.
 
Dzikir, secara bahasa berasal dari kata dzakara , tadzakkara, yang artinya menyebut, menjaga, mengingat-ingat. Secara istilah, dzikir artinya tidak pernah melepaskan Alloh dari ingatannya ketika beraktifitas. Baik ketika duduk, berdiri, maupun berbaring. Ketiga hal itu mewakili aktifitas manusia dalam hidupnya. Jadi,dzikir merupakan aktivitas yang harus selalu dilakukan dalam kehidupan. Dzikir dapat dilakukan dengan hati,lisan, dan perbuatan. Dzikir dengan hati artinya Qolbu manusia harus selalu bertaubat (kembali) kepada Alloh, disebabkan adanya rasa cinta, dan harap-harap cemas kepada-Nya yang berhimpun di hati (Qolbudz Dzakir). Dari sini tumbuh keimanan yang kokoh, kuat dan mengakar di hati. Dzikir dengan lisan berarti menyebut asma Alloh dengan lisan. Misalnya saat mendapatkan nikmat mengucapkan hamdalah. Ketika memulai suatu pekerjaan mengucapkan basmalah. Ketika takjub mengucapkan tasbih. Dzikir dengan perbuatan berarti memfungsikan seluruh anggota badan dalam kegiatan yang sesuai dengan aturan Allah .
 
Fikir, secara bahasa adalah fakara, tafakkara yang artinya memikirkan, mengingatkan, teringat. Dalam hal ini yang dimaksud dengan berpikir adalah memikirkan proses kejadian alam semesta dan berbagai fenomena yang ada di dalamnya sehingga mendapatkan manfaat daripadanya dan teringat atau mengingatkan kita kepada sang Pencipta alam, yakni Alloh SWT .

Dalam A Corcodance of the Quran (Hanna E. Kassis, 1983), kata Ulul albab ini juga bisa mempunyai beberapa arti, antara lain:
  1. Pertama, orang yang mempunyai pemikiran (mind) yang luas atau mendalam.
  2. Kedua, orang yang mempunyai perasaan (heart) yang peka, sensitif atau yang halus perasaannya.
  3. Ketiga, orang yang mempunyai daya pikir (intellect) yang tajam atau kuat.
  4. Kempat orang yang mempunyai pandangan alam atau wawasan (insight) yang luas, mendalam atau menukik. 
  5. Kelima, orang memiliki pengertian (understanding) yang akurat, tepat atau luas. Dan
  6. Keenam, orang yang memiliki kebijakan (wisdom), yakni mendekati kebenaran, dengan pertimbangan-pertimbangan yang terbuka dan adil.
Dari penjelasan di atas maka dapatlah kita ketahui bahwa orientasi dzikir adalah Alloh, sedangkan orientasi fikir adalah makhluk-makhluk Alloh yang berupa fenomena alam semesta. Ini berarti bahwa pengenalan kepada Alloh lebih banyak dilakukan oleh Qolbu, sedang pengenalan alam raya didasarkan pada penggunaan Akal fikiran. Sebab akal memiliki kebebasan seluas-luasnya untuk memikirkan fenomena alam, tetapi ia memiliki keterbatasan dalam memikirkan dzatulloh. Hal ini dapat dipahami dari sabda Rosululloh Saw yang diriwayatkan oleh Abu Nu’aim melalui Ibnu Abbas: ”Berpikirlah tentang makhluk Alloh dan janganlah kamu berpikir tentang Alloh”.

Semoga kita sekalian termasuk golongan Ulul Albab yang berfikir dan berdzikir nya seimbang dan bersinergis (saling berkaitan dan mengisi).. Amiin yaa Robbal a'alamiin.